SEJARAH HIDUP dan TEORI KONSEP

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NUR RAHMI
RIANTI
SUWANTO
YULI ANTI
RAMLI
JUNITA
GETA HASELA
GUSTI OKA MULIA DHARMA
ASTIKA
MARIAH
STIKES BATARA GURU SOROWAKO
Alamat : Jl. Pahlawan Kec. Wotu
Kab. Luwu Timur
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Latar belakang dari pembuatan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar ( IKD ).
Sejak adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha
mengumpulkan fakta. Dari fakta ini kemudian disusun dan
disimpulkan menjadi berbagai teori, sesuai fakta yang di kumpulkan tersebut.
Teori – teori tersebut kemudian digunakan untuk memahami gejala – gejala alam
dan kemasyarakatan yang lain. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan, sosial,
politik, ekonomi dan teknologi umat manusia, teori – teori tersebut makin
berkembang baik kualitas maupun maupun kuantitasnya, seperti apa yang telah
kita rasakan sekarang ini. Makalah ini membahas tentang Teori Florence
Nigthingale, yang didalamnya berisi tentang isi dari teori Nightingale,
pembahasan teori, dan contoh peran perawat berdasarkan teori Nightingale. Apa
yang berada dalam makalah ini sangat bermanfaat dan berguna terutama bagi
seorang perawat. Teori Nightingale adalah teori yang mengemukakan tentang
lingkungan. Florence Noghtingale sendiri adalah perawat yang pertama kali ada
di dunia dan beliau di kenal sebagai wanita yang pantang menyerah dalam merawat
pasien dan memiliki jiwa penolong serta sangat berperan penting dalam
perkembangan ilmu keperawatan. Teori dari Florence nightingale sangatlah
bermanfaat bagi para perawat terutama pada saat kita merawat pasien. Mungkin
pada saat kita merawat pasien kita melupakan faktor lingkungan di sekitar
pasien, padahal lingkungan sangatlah berpengaruh dalam penyembuhan pasien.
Pasien sangatlah membutuhkan kenyamanan dan ketenangan pada saat dia di rawat.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan perhatian kita semua.
B. MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat
tentang teori Nightingale
2.
Menjadi penyemangat dan menambah kinerja kita sebagai
perawat agar seperti Florence Nightingale yang tidak pantang menyerah dalam
merawat pasien dan memperjuangkan nasib perawat.
3.
Dapat menjadi inspirasi kita dalam praktik keperawatan.
4.
Menjadi dasar bagi mahasiswa perawat.
5.
Untuk puskesmas, rumah sakit, posyandu dan lain- lain,
makalah ini sangat lah bermanfaat karena lingkungan merupakan hal yang harus di
perhatikan dalam perawatan pasien.
C. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Perjalanan Hidup Florence Nightingale sampai Beliau menghembuskan nafas
terakhir ?
2.
Bagaiman
Teori Konsep Florence Nightingale tetang keperawaran ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Nightingale menempatkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan dan perhatian di mana perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit merupakan upaya awal untuk memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adekuat ( Nightingale, 1860; Torres, 1986 ). Melalui observasi dan pengumpulan data, Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan, sebagai hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene dan sanitasi selama perang Crimean.
Torres mencatat ( 1986 ) mencatat bahwa
nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat divalidasi dan digunakan
untuk menjalankan praktik keperawatan. Nightingale dalam teori deskripsinya
memberikan cara berpikir tentang keperawatan dan kerangka rujukan yang berfokus
pada klien dan lingkungannya ( Torres, 1986). Surat Nightingale dan tulisannya tangannya
menuntun perawat untuk bekerja atas nama klien. Prinsipnya mencakup bidang
pelayanan, penelitian, dan pendidikan. Hal paling penting adalah konsep dan
prinsip yang membentuk dan melingkupi praktik keperawatan (marriner – tomey,
1994). Nightingale berpikir dan menggunakan proses keperawatan. Ia mencatat
bahwa observasi [pengkajian] bukan demi berbagai informasi atau fakta yang
mencurigakan, tetapi demi penyelamatan hidup dan meningkatkan kesehatan dan
keamanan.”
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kehidupan Florence Nightingele
1.
Masa kecil
Florence Nightingale lahir di Firenze,
Italia
pada tanggal 12 Mei
1820 dan dibesarkan dalam
keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan.[2]
Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia
atau Florence
dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea
Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang
merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris.
Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah
keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan
bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat
perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya
sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan
berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara
Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
2.
Perjalanan ke Jerman
Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan
mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh
Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik). Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang
dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien.
Ia jatuh cinta
pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris
dengan membawa angan-angan tersebut.
3.
Belajar merawat
Pada usia dewasa Florence yang lebih
cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat
banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa
"terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia
31 tahun, ia dilamar oleh Richard
Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of
Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan
tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan. Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan
pada masa itu di Inggris,
perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok.
Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.
Perawat
pada masa itu hina karena:
- Perawat
disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga
tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
- Profesi perawat
banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga
dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak
pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit
dengan tidak senonoh
- Perawat
di Inggris
pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena
alasan-alasan tersebut di atas.
- Perawat
masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan
bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan profesi perawat patah, karena saat
itu di Jerman
perawat
juga biarawati Katolik
yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi
mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya. Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan,
namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat
di rumah sakit.
Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia
menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan
pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap
pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk
mendapatkan pelatihan bersama biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah
tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari
seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik
sementara keluarga Florence adalah Kristen
Protestan.
Selain di Jerman,
Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Perancis.
4.
Kembali ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus
1853, Nightingale kembali
ke London
dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan
di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil
yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi
yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤
25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat hidup
dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan
Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik.
Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini mengubah
peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa; rumah sakit akan menerima tidak saja pasien
yang beragama Katolik,
tetapi juga Yahudi
dan agama
lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta
mereka, termasuk rabi,
dan ulama
untuk orang Islam
Komite Rumah Sakit pun mengubah
peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
5.
Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah
peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Perancis
berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun
yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan
untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang
wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam
tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana
prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan
sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris
tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan
kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat Inggrispun
tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun
menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk
menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap
bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea
prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena
tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta
Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober
1854 bersama 38 gadis
sukarelawan yang dilatih oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith,[3]
berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.
Pada tanggal November
1854 mereka mendarat di
sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba di sana
kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang
jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh
sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit
bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang
merawat.
Dokter-dokter
bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh
tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk
membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran
darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap. Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit
tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan
penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di dalam rumah sakit,
dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia
mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di bawah
pohon dan menugaskan pendirian tenda.
Penjagaan
dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;
- Perban
diganti secara berkala.
- Obat
diberikan pada waktunya.
- Lantai
rumah sakit dipel setiap hari.
- Meja kursi
dibersihkan.
- Baju-baju
kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.
Akhirnya gunungan potongan tubuh,
daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang
jauh-jauh atau ditanam. Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah
berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan
rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat
sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence
Nightingale. Ia juga menangani perawat-perawat lain
dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini
dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita,
anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat
ibu-ibu di Inggris
menentang anak perempuan mereka menjadi perawat,
dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana
profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati
dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat
lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan pengalamannya dan
cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui. Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh
banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah
meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah
tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada di sana
sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat
prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri
dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit
tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari
yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan
ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan
setelah Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris
datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat
itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun Florence
tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang
kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini
baru berubah saat Florence kembali ke Inggris
dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris
(Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan
bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah
sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di
kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal
yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit
pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya
disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.
6.
Bidadari berlampu
Pada suatu kali, saat pertempuran
dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara
datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang
berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama,
namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang
terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban
selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk
mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk
mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu
hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan,
Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas
medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence
dengan berbekal lentera
membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang
masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa
lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris
dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi
pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari
prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari
berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang
seharusnya sudah meninggal.
Selama perang
Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu".[4]
Pada tahun 1857
Henry
Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence
Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan
bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari,
sendirian, dengan membawa lampu.
“Pada jam-jam penuh penderitaan itu,
datanglah bidadari berlampu untukku.”
7.
Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris
sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa
Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan
pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal
setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari
rumah keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire,
ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia
terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam
Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea.[5]
Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang
meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan
dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada
ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk
Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai wanita,
Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis
laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia
merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat
adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan
Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan
bersenjata.
8.
Karier selanjutnya
Ketika ia masih
di Turki,
pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk
memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang
yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat.
Sidney Herbert menjadi
sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi
ketua. Sekembalinya Florence ke London,
ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama
"Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert menjadi
Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut
berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa
terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan
banyak jiwa dari kematian.
Florence
menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita
yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan. Florence
berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat,
maka profesi perawat
akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan
anak-anak perempuannya untuk bersekolah di sana dan masyarakat akan lain
sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik. Sekolah tersebut pun didirikan di
lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia
kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat
tersebut.
Saat
dibuka pada tanggal 9 Juli
1860 berpuluh-puluh gadis
dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah
menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya
sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik
dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah
tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence
Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari
Akademi King College London.
Sebagai
pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin.
Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di
sekolah tersebut. Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence
menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit
sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat
lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit
Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk
rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat
terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat
tersebut. Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan
gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka
diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing.
Pada
tahun 1882
perawat-perawat
yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka
pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan.
Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron),
termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster
Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh
Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal
Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney
Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang
sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan
perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah
mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat
dalam hal ini.
Pada
tahun 1860
Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing)
buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum
di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan
orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku
ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan
bayi. Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth
Blackwell mendirikan Universitas
Medis Wanita.
Pada
tahun 1870-an,
Linda Richards, "perawat
terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan Florence
Nightingale di Inggris,
dan membuat Linda
kembali ke Amerika Serikat dengan pelatihan dan
pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat.
Linda Richards menjadi
pelopor perawat
di Amerika Serikat dan Jepang. Pada
tahun 1883
Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The
Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria. Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke
87 tahun Raja Inggris,
di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale dengan
bintang jasa The Order Of Merit dan
Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa
ini. Pada tahun 1908
ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London. Nightingale
adalah seorang universalis Kristen.[6]
Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum
ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis,
"Tuhan berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."[7]
9.
Meninggal
Dunia
Florence
Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus
1910. Keluarganya menolak
untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja
St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire,
Inggris.
B. TEORI KONSEP FLORENCE NIGHTINGALE
Teori / model konsep Florence
Nightingale memposisikan lingkungan sebagai focus asuhan keperawatan, dan
perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit, model dan konsep ini
dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan dangan kedokteran. Orientasi
pemberian asuhan keperawatan / tindakan keperawatan lebih diorientasikan pada
pemberian udara, lampu, kenyamanan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adequate,
dengan dimulai dari pengumpulan data dibandingkan dengan tindakan pengobatan
semata, upaya teori tersebut dalam rangka perawat mampu menjalankan praktik
keperawatan mandiri tanpa bergantung pada profesi lain.
Model dan konsep ini memberikan inspisi dalam perkembangan praktik keperawatan, sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam tindakan keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan kurang benar, akan tetapi lingkungan dapat mempengaruhi proses perawatan pada pasien, sehingga perlu diperhatikan.
Teori Nightingale memandang Pasien dalam kontek lingkungan keseluruhan :
Model dan konsep ini memberikan inspisi dalam perkembangan praktik keperawatan, sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam tindakan keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan kurang benar, akan tetapi lingkungan dapat mempengaruhi proses perawatan pada pasien, sehingga perlu diperhatikan.
Teori Nightingale memandang Pasien dalam kontek lingkungan keseluruhan :
a. Lingkunganfisik
b. Psikologis
c. Sosial
Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adekuat ( Nightingale, 1860; Torres, 1986 ). Pemberian nutrisi yang adekuat pada pasien sangatlah penting. Pasien memerlukan nutsrisi untuk mempertahankan fungsi tubuh dan untuk tumbuh. Pasien harus mendapatkan kalori yang cukup, dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan protein untuk menyuplai energi. Tubuh pasien juga memerlukan asam amino yang ditemukan dalam protein untuk membangun dan mempertahankan struktur sel dan jaringan yang lebih besar. Dan akhirnya pasien pun memerlukan vitamin dan mineral untuk metabilisme dan untuk mengatur banyak proses tubuh pasien. Individu yang sakit memerlukan banyak makanan daripada orang sehat dalam upaya penyembuhan dan pemulihan. Sebagai contoh pasien yang menjalani pembedahan membutuhkan diet yang mengandung banyak vitamin C dan protein karena ini dapat membantu penyemabuhan. Protein juga secara khusus penting untuk melawan infeksi karena antibodi yang digunakan tubuh untuk melawan infeksi adalah protein. Diet adekuat juga penting. Namun, banayak penyakit membuat seseorang sulit makan, atau memebuata pasien sulit untuk mencerna makanan.
Melalui observasi dan pengumpulan data,
Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor
lingkungan dan, sebagai hasil, yang menimbulkan perbaikan kondisi higiene dan
sanitasi selama perang Crimean. Kondisi higene penting untuk membantu pasien
tetap bersih dan untuk merawat kulit, mulut, rambut, mata, telinga, kuku. Di
jaman sekarang ketika seseorang sakit, akan sulit memikirkan tentang mandi atau
menyikat gigi atau membersihkan kuku; bernapas atau mengatasi nyeri tampak
lebih penting. Oleh karenanya, perawat perlu melihat apakah pasien dapat
mebersihkan diri mereka sendiri dan membantu mereka bila mungkin. Penting untuk
menanyakan pasien apa yang biasanya mereka lakukan dan bagaimana mereka
menginginkan bantuan. Praktik budaya dan agama dapat membedakan praktik
higiene. Higiene adalah sangat pribadi dan masing – masing individu mempunyai
ide yang berbeda tentang apa yang mereka ingin lakukan. Jika memungkinkan,
perawat harus membantu pasien memeniuhi kebutuhan pribadinya daripada melakukan
standar rutin.
Perawat adalah orang yang membantu
proses penyembuhan penyakit tetapi tidak untuk menyembuhkan penyakit. Ini
karena tugas seorang perawat adalah merawat orang yang sakit dan dokter adalah
orang yang berperan penting dan sangat membantu dalam proses penyembuhan
penyakit. Itulah beda perwat dan dokter.perawta juga bukan hanya memberikan
obat untuk menyembuhkan penyakit kepada si pasien tetapi mereka juga harus bisa
membuat lingkungan fisik, psikologis, sosial pasien sembuh. Setelah mereka
merasa sehat atau sembuh dari penyakit baik lahir maupun batin mereka tenang
dan nyaman. Pada saat pasien berada di rumah sakit pun perawat di tuntut untuk
memberikan kenyamanan bagi pasien, artinya kita bisa meringankan penderitaan
sakit si pasien itu dan dalam perawatan pasien tidak dibedakan yang kaya dan
miskin.
Kelebihan Teori Keperawatan Florence
Nightingale :
1. Salah satu kisah fakta yang mencetuskan
teori modern dalam dunia keperawatan.
2. Pada zaman keperawatan Florence
Nightingale memandang pasien dalam kontek keseluruhan lingkungan yaitu
lingkungan fisik, psikologis, sosial.
3. Florence Nightingale memandang perawat
tidak hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan saja, tetapi
lebih berorientasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan,
kebersihan, ketenangan, dan nutrisi adekuat.
4. Pengkajian atau observasi yang
dilakukan Florence Nightingale bukan demi berbagai informasi atau fakta yang
mencurigakan, tetapi demi penyalamatan hidup dan meningkatkan kesehatan dan
keamanan.
5. Semua tindakan yang dilakukan penuh
kasih sayang dan bekerja untuk Tuhan Y.M.E.
6. Asuhan keperawatan yang diberikan penuh
dengan semangat semata-mata untuk kesembuhan pasien.
Kelemahan Teori Keperawatan Florence
Nightingale :
1. Teori Keperawatan Florence Nightingale
sempat diragukan kemampuannya.
2. Perawat pada saat itu dianggap
pekerjaan remeh dan disepelekan oleh banyak orang.
3. Kurangnya dukungan dari perawat lain
dalam proses pelayanan dan perkembangannya saat itu.
4. Kurangnya sarana dan pra-sarana yang
menunjang.
BAB IV
PENUTUP
Florence nigtingale merupakan seorang perawat yang perlu ditiru dalam proses keperawatan dan proses penyembuhan penyakit. Dia merupakan lady with the lamp bagi pasien yang sakit. Maka kita sebagai perawat hasuslah sebagi penerang bagi pasien yang kita rawat. Marilah kita sebagai perawat berusaha untuk meringankan penderitaan pasien yang kita rawat. Rawatlah pasien seperti kita merawat orang yang paling kita sayang. Agar pasien merasa nyaman pada saat di sakit bukan menderita lagi. jangan pantang menyerah dan berputus asa dalam merawat pasien. Menjadi perawat bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi kalau kita tidak mencoba kita tidak akan pernah bisa. Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mempunyai tekad untuk melakukannya dengan gigih dan rajin.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Baly, Monica E. and H. C. G. Matthew, "Nightingale,
Florence (1820–1910)"; Oxford
Dictionary of National Biography, Oxford University Press
(2004); online edn, May 2005 accessed 28 Oct 2006
- Pugh,
Martin; The march of the women: A revisionist analysis of the campaign
for women's suffrage 1866-1914, Oxford (2000), at 55.
- Soeroto,
A. Florence Nightingale, Bidadari Berlampu. Penerbit Djambatan. Seri
"Kisah orang-orang yang telah berjasa". Cetakan pertama 1974. ISBN
979-428-073-9.
- Sokoloff,
Nancy Boyd.; Three Victorian women who changed their world,
Macmillan, London (1982)
- Webb,
Val; The Making of a Radical Theologician, Chalice Press (2002)
- Woodham
Smith, Cecil; Florence Nightingale, Penguin (1951), rev. 1955